Musik dan Efek Negatifnya
Setelah berpengalaman dengan musik selama bertahun-tahun, saya menyadari bahwa mendengarkan lagu itu menyia-nyiakan waktu. Saya telah menghabiskan masa 3 tahun dengan musik dengan alasan “ia dapat menghaluskan jiwa” jadi saya menghabiskan 10 jam memutar dan mendengar musik dan terkadang terpengaruh. Menurut saya mendengarkan musik adalah makanan jiwa, seperti yang orang katakan, tetapi setan senang dan memperindah cara ini. Kemudian saya meninggalkan musik karena Allah, dan perkataan Rasulullah mempunyai dampak yang sangat besar dalam perubahan ini. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah mengganti untuknya dengan sesuatu yang lebih baik.” Allah telah mengganti untuk saya dengan Al-Quran, saya telah menghafalnya tanpa upaya yang berat.
Musik berhubungan dengan bangkitnya perasaan dan berbagai emosi. Manusia tidak bisa mengendalikan “konsumsi musik”. Kita tidak bisa hanya mendengarkan musik, tapi juga akan merambah untuk mendengarkan penyanyinya, dan terpengaruh oleh mereka dan kata-kata mereka. Seperti alkohol, seseorang tidak bisa mengendalikan penyalahgunaan alkohol. Pada mulanya ia minum sedikit, tapi seiring berjalannya waktu menjadi kecanduan alkohol. Juga, merokok tidak bisa dibatasi dalam jumlah sedikit, melainkan ia akan berkembang menjadi kecanduan. Itulah pentingnya berhenti merokok, musik, dan melihat sesuatu yang haram, Allah akan membantu kita melakukannya, asalkan kita melakukannya hanya demi Allah.
Permohonan adalah Cara Tersingkat Untuk Menghemat Waktu
Pernahkah kita menanyakan diri kita sendiri mengapa Rasulullah SAW berdoa kepada Tuhan dalam segala hal, di pagi hari, malam, sebelum dan sesudah makan, ketika masuk pasar? Serta mengapa rasa kedekatan seseorang dengan Allah dalam setiap saat membuat ia lebih yakin terhadap dirinya sendiri dan lebih mampu membuat keputusan yang benar?
Contohnya, para pemuda kehilangan banyak waktu dalam mencari istri. Sudahkah kita mencoba meminta Allah untuk membantu kita memilih istri yang tepat yang Dia inginkan untuk kita? Inilah yang saya minta kepada Allah. Istri saya telah membantu saya dalam menghemat banyak waktu, dan penelitian dan artikel ini hanyalah hasil dari doa tersebut.
Kesenangan yang lebih baik di dunia ini adalah istri yang baik. Mari lihat berapa banyak anak muda menghabiskan berjam-jam di internet, di kampus, dan di antara sanak keluarga dan kerabat untuk mencari istri yang cocok. Bisa jadi sampai mengalami kegagalan, atau menjalani hubungan emosional terlarang, dan gagal. Solusinya sederhana: berdoa.
Inilah yang terjadi pada Nabi Musa, ketika melihat dua wanita yang ia bantu unuk memberi minum ternak mereka, ia berteduh dan berdoa kepada Allah: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku” (QS. Al-Qashash: 24). Dan Allah segera merespon doanya: “Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua perempuan itu berjalan dengan malu-malu, dia berkata, “Sesungguhnya ayahku mengundangmu untuk memberi balasan sebagai imbalan atas (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami.”… (QS. Al-Qashash: 24). Allah memberinya istri yang baik yang membantunya di dunia ini.
Jika kita merenungkan kisah para nabi, kita akan mendapatkan bahwa mereka memohon pertolongan dengan berdoa dalam semua urusan, masalah, dan kesulitan mereka. Mengapa kita tidak memohon pertolongan dalam setiap aspek kehidupan kita, dan Allah telah berjanji untuk menjawabnya? Doa akan menghemat waktu kita dalam pencarian karena Allah akan memudahkan dan memberi apa yang kita minta dengan sedikit usaha dan waktu yang lebih singkat!
Pengalaman Menyerahkan Kepercayaan Kita Kepada Allah
Sebelumnya saya tidak punya program apapun untuk mengatur waktu. Tetapi, setelah saya menghafal Al-Qur’an, saya memutuskan untuk menyerahkan segalanya kepada Allah, yang membuat saya tunduk patuh, dan Dia yang akan memberkati waktu saya. Waktu yang penuh berkah lebih penting dari waktu itu sendiri! Saya akan memberikan contoh dari pengalaman saya. Ketika saya berada di tahap awal perjalanan saya dalam menulis artikel ilmiah, menulis karya ilmiah bagi saya membutuhkan waktu satu bulan penuh untuk kerja keras dan persiapan, membaca, merumuskan ulang dan mengoreksi. Tetapi setelah berserah kepada Allah dan menyerahkan segalanya kepada-Nya: waktu, keinginan, pilihan, dan keputusan saya, menulis sebuah artikel hanya butuh waktu satu hari. Jika kita bisa menghemat waktu 29 hari, tidakkah itu merupakan waktu yang penuh berkah yang lebih penting dari waktu itu sendiri?
Dalam hal ini, kita ingat firman Allah, ”Dan barangsiapa berserah diri kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesunguhnya dia telah berpegang kepada buhul (tali) yang kokoh. Hanya kepada Allah kesudahan segala urusan (QS. Luqman: 22). Siapa saja yang menyerahkan dirinya dengan tulus kepada Allah, tidak takut akan masa depan dan menyesali masa lalu, maka Allah berfirman: “Tidak! Barangsiapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan dia berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati” (QS. Al-Baqarah: 112).
Manajemen Waktu dengan Menggunakan Kata Baik
Kata-kata yang baik mempunyai pengaruh yang luar biasa. Melalui kebaikan tanpa kebohongan, kemunafikan, penipuan, atau kecurangan, tetapi dengan bicara dengan kata-kata baik, kita dapat menyenangkan orang lain. Hal ini akan membantu kita mendapatkan rasa percaaya diri, dan dengan demikian menghemat waktu kita dari debat yang hampa dan tak ada manfaatnya. Suatu saat seseorang mungkin saja berbohong kepada kita, jangan buang waktu kita untuk membuktikan kebohongannya kepada kita, tapi cukup katakan kepadanya, misal: Ini adalah sudut pandangnya, atau: Tuhan tahu…atau kata-kata apa saja untuk mengakhiri pembicaraan dan menghemat waktu kita. Tetapi, atas nama Allah, kita harus meluruskan informasi sebanyak mungkin.
Toleransi adalah cara terbaik dalam manajemen waktu. Berjanjilah pada diri kita untuk mentoleransi orang lain, bersabarlah menghadapi keburukan, dan maafkan siapa saja yang menghina kita. Cara ini menyelamatkan kita dari perbincangan tak maanfaat. Jika kita mengingat banyak kisah nyata, yang bisa berakhir dengan kesedihan, kita dapatkan bahwa proses penyelesaiannya sangat sederhana: toleransi.
Saya teringat tentang kisah seorang mahasiswa di sebuah fakultas teknik mesin yang ditipu temannya yang telah mengambil uangnya dengan dalih akan memberinya keuntungan besar. Pemuda ini meminta saya nasihat dan saya katakan padanya untuk menyelesaikan kuliahnya dan Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Siapa saja meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Dia akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik. Dan dia menjawab: “Barangsiapa yang diam dalam kebaikan adalah bodoh” dan dia akan mengadukannya di pengadilan. Saya katakan padanya bahwa waktunya lebih penting, karena orang yang telah menipumu dan mengambil uangmu adalah orang jahat yang tidak punya moral dan tidak takut pada Allah. Jadi, daripada membuang waktumu di pengadilan, jika kamu menggunakan waktu tersebut untuk belajar mesin, kamu akan mendapatkan lebih banyak uang. Lebih percayakan segalanya kepada Allah. Tapi sayangnya ia lebih memilih untuk pergi ke pengadilan.
Penipu tersebut membujuk mahasiswa itu lagi dengan lebih banyak uang dan dengan cara yang cerdas mengamil uang darinya. Pemuda ini datang lagi kepada saya. Saya katakana padanya, “Tinggalkan orang jahat ini dan Allah akan memberimu dua kali lipat dari apa yang diambil darimu.” Dia bilang, “Dari mana?” Saya bilang, ”Allah, yang telah mencukupi orang kafir, ateis, dan pendosa, tentu saja mampu memberi orang beriman yang berkata “tiada tuhan selain Allah”.
Meskipun demikian, dia kembali lagi ke pengadilan. Kisahnya berlangsung sampai bertahun-tahun dan si penipu akhirnya dipenjara. Kemudian sang pemuda juga dipenjara dengan alasan memberikan laporan palsu tentang penipu. Dengan demikian pemuda tersebut kehilangan waktu dan uang dan pada akhirnya dia tidak mendapatkan haknya. Disini, kita melihat bahwa ketika pemuda tersebut mempunyai beberapa pilihan, dia harus memilih apa yang diridhai Allah. Allah memerintahkan kita untuk bertoleransi, memaafkan, dan meminta maaf, dan Dia berjanji akan menggantinya dengan yang lebih baik, mengapa kita tidak percaya pada Allah dan tawaran-Nya? Allah berfirman: “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim” (QS. Asy-Syura: 40). Allah juga berfirman: “…dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang” (QS. An-Nur: 22).
Menerapkan “Prinsip pemisahan”
Mungkin proses yang paling penting (tapi yang paling sulit) adalah yang saya sebut “proses pemisahan” untuk menentukan masalah yang harus diberi perhatian, dipikirkan, dan dibagi-bagi. Setiap masalah diatasi sendiri-sendiri, tidak dicampur-aduk. Hal ini akan menghemat setidaknya separuh waktu kita. Saya akan memberikan contoh berdasarkan pengalaman saya, dan bagaimana saya banyak mendapatkan hasil yang sangat bagus dari penerapan prinsip ini. Kita hanya akan mengalami kesulitan di awal, tapi selanjutnya kita akan menikmatinya dan terbiasa.
Pada awal saya melakukan riset, saya biasa pergi ke perpustakaan umum. Saya menghabiskan berjam-jam membaca buku, tetapi terkadang saya menghadapi situasi atau masalah dengan teman. Saya berhenti membaca dan mulai berpikir tentang masalah tersebut: apa yang telah terjadi, apa yang akan terjadi selanjutnya, bagaimana saya akan menyelesaikan masalah tersebut, apa yang saya harapkan untuk terjadi selanjutnya, bagaimana saya akan menghadapi teman tersebut, mengapa teman ini mengatakan kepada saya hal ini, dan apa niat dia. Separuh waktu yang seharusnya dialokasikan untuk belajar hilang untuk berpikir negatif yang menyebabkan kekhawatiran, kegelisahan, kepenatan, dan kelelahan. Oleh karena itu, saya menerapkan prinsip pemisahan dalam manajemen waktu. Waktu yang diperuntukkan untuk membaca buku digunakan untuk membaca buku. Jika saya menghadapi sebuah masalah atau situasi, saya menunda memikirkannya di lain waktu. Saya menetapkan waktu yang sepadan dengan besarnya masalah. Seringkali seseorang memberi perhatian sebuah masalah lebih besar dari yang seharusnya. Maka, kita harus berjanji pada diri kita sendiri untuk tidak mencampur-adukkan masalah sehari-hari, tetapi masalah-masalah ini harus dipisahkan satu sama lain. Kita harus memberikan setiap masalah sedikit waktu untuk menyelesaikan. Sebaliknya, tinggalkan kekhawatiran dan masalah dan mintalah bantuan Allah yang akan menyelesaikannya untuk kita, karena Allah yang Maha Kuasa mampu menyelesaikan masalah kita tak peduli seberapa besar masalah kita.
Prinsip Mengantisipasi Keadaan
Ini adalah cara yang sangat bagus. Banyak hal yang membuat kita takut akan masa depan, seperti sakit, atau kemungkinan kehilangan pekerjaan, atau kehilangan pembeli, atau gagal ujian di kampus, atau kegagalan pernikahan. Semua ini menghabiskan sebagian besar waktu kita, yang akan terjadi di setiap keadaan. Dan ketakutan serta pikiran kita tidak akan mencegah terjadinya hal tersebut. Jadi bagaimana jika saya dapat memikirkan hal lain yang bemanfaat, hal ini berarti sangat menghemat waktu. Disini terdapat ayat yang sangat bagus: “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)
Waktu Yang Efektif
Adalah waktu yang dapat digunakan untuk sesuatu yang baru dan bermanfaat. Waktu efektif = (24 jam – jam tidur – waktu makan – waktu bersih-bersih – waktu untuk keluarga, anak, dll). Setiap dari kita dapat menghitung waktu efektif berdasarkan kebutuhan sehari-hari. Dalam banyak kasus, waktu efektif tidak akan lebih dari 10 jam setiap hari. Inilah waktu yang bisa digunakan seseorang untuk melakukan hal baru dan bermanfaat. Jika kita asumsikan setiap orang dari kita menghabiskan 2 jam waktunya untuk menonton televisi seperti sinetron dan hal tidak bermanfaat lain, maka rata-rata waktu yang hilang adalah 2/10 = 0.2 atau 20% waktu efektif. Bayangkan jika seperlima waktu kita hilang untuk pikiran negatif. Jika jangka waktu ini digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat, kita akan melalui seperlima waktu kita tanpa terasa.
Saya tadinya membuang beberapa jam setiap hari untuk berpikir negatif yang sama sekali tidak bermanfaat, seperti takut gagal, takut sakit, atau memikirkan apa yang dikatakan teman saya tentang sebuah masalah dengan teman yang lain, atau mengapa dia melakukan hal itu dan tidak hal ini…dan seterusnya. Saya sekarang telah menerapkan aturan ini setiap hari. Saya menggunakan 2 jam tersebut untuk membaca buku, artikel, menghafal beberapa ayat Al-Quran, mempelajari hadist Nabi, atau mempelajari doa baru. Selama setahun saya dapat memanfaatkan sejumlah besar waktu untuk berpikir positif (lebih dari 700 jam). Jadi, setiap orang harus merenungkan dirinya sendiri; berapa banyak waktunya yang terbuang untuk berpikir negatif dan mengkhawatirkan malapetaka yang walaupun kita suka atau tidak, hal itu akan terjadi jika ditetapkan terjadi.
Berikut ini merupakan tips-tips tentang manajemen waktu:
- Terima apa yang telah Allah tetapkan dan berikan kepada kita, apakah itu kemiskinan, kelaparan, bencana, atau penyakit.
- Yakinlah kepada Allah dan percaya bahwa Dia selalu memilihkan apa yang terbaik dan bermanfaat untuk kita.
- Kita harus berpegang pada doa-doa seperti yang diajarkan Rasulullah SAW, karena permohonan adalah sesuatu yang dapat membuat kita mendapatkan apa yang kita inginkan, dan tanpanya, kita akan menderita karena mengerjakan sesuatu sendiri.
- Merenungkan dan menghafal Al-Qur’an membantu kita membuat keputusan terbaik
- Maafkan, maafkan, dan maafkan. Inilah saran saya untuk mereka yang ingin menghemat waktu dengan baik.
- Jangan marah kecuali untuk Allah. Jangan tegang dan gelisah untuk sesuatu yang cepat berlalu di dunia yang fana ini.
- Ingatlah bahwa hidup kita dapat berakhir kapan saja, maka tidak seharusnya kita merasa depresi, sedih, dan khawatir.
- Jika salah satu dari kita pergi menemui seseorang yang kaya, dia menghabiskan beberapa hari mempersiapkan, memikirkan, dan memimpikan hal tersebut. Jadi bagaimana jika dia akan bertemu Allah SWT? Apa yang harus kita siapkan untuk pertemuan ini? Apakah ini pertemuan yang harus kita pikirkan dan persiapkan? Tentu saja ini merupakan pertemuan paling penting dalam hidup setiap makhluk yang akan melihat Pencipta dan Pemeliharanya.
- Cara terbaik pengelolaan waktu yang didapatkan dalam Al-Qur’an dan akhlak, hidup, dan sikap Rasulullah merupakan contoh terbaik untuk diikuti dan ditiru tanpa perlu memikirkan kerugian yang didapatkan. Karena kita meniru manusia terbaik, kita selalu menjadi pemenang. Cukuplah bahwa akhlak beliau adalah al-Qur’an, dan cukuplah beliau adalah akhlak terbaik.
Artikel asli ditulis oleh Abduldaem Al-Kaheel. Tulisan ini merupakan hasil terjemahan saya dari terjemahan bahasa Inggris "Innovative Way to Manage Time (4)" oleh Dr. Issameldin El-Fadni Suliman. Artikel berbahasa Inggris dapat dilihat di sini.
Baca juga: